Sunday, February 9, 2014

STRATEGI KOMUNIKASI BPJS

STRATEGI KOMUNIKASI DAN SOSIALISASI PENYIAPAN PELAKSANAAN BPJS DI INDONESIA

Pendahuluan
UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan awal dimulainya reformasi menyeluruh sistem jaminan sosial nasional di Indonesia. Reformasi terhadap program jaminan sosial menjadi penting karena banyaknya peraturan yang pelaksanaannya masih tumpang tindih, manfaat program yang minim dan jangkauan program yang sangat terbatas serta hanya menyentuh sebagian kecil masyarakat. Sistem jaminan sosial nasional merupakan kebijakan yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implementasi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) memerlukan kelengkapan peraturan yang mengatur pelaksanaan secara rinci substansi, program, lembaga, dan mekanisme penyelenggara. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) sebagai kelanjutan dari UU SJSN disusun berdasarkan konsep jaminan sosial yang sahih dan integral agar menjadi payung hukum dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia.

Keterlambatan penyelesaian peraturan pelaksanaan UU SJSN terkait dengan belum tersosialisasinya UU SJSN secara luas yang menyebabkan kurangnya dukungan stakeholder dan partisipasi masyarakat, hal ini terlihat dari masih banyaknya perbedaan pandangan substantif terhadap UU SJSN maupun UU BPJS antara organisasi pemerintah, publik dan organisasi profesi. Selain itu, kesenjangan informasi antar daerah yang belum merata, mengakibatkan rentannya isu mengenai SJSN maupun BPJS dipolitisir oleh berbagai pihak sehingga menyebabkan beredarnya informasi yang tidak akurat dan cenderung spekulatif bahkan menuju negatif tentang pelaksanaan BPJS.

Melihat kedudukan serta fungsinya yang sedemikian penting, jelas bahwa UU SJSN dan UU BPJS harus segera disosialisasikan secara luas kepada masyarakat. Kegiatan sosialisasi perlu dilakukan melalui berbagai media secara simultan.  Strategi komunikasi dan sosialisasi menjadi penting sebagai upaya sistematis pemerintah guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang transformasi penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia.

Menyadari pentingnya strategi komunikasi dan sosialisasi sebagai upaya mengimbangi pemberitaan negatif tentang BPJS di media massa dan urgent-nya memberikan dan menyebarkan informasi yang benar kepada masyarakat, Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS melalui Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika menyusun desain strategi komunikasi dan sosialisasi penyiapan pelaksanaan BPJS. Diharapkan desain strategi komunikasi dan sosialisasi penyiapan pelaksanaan BPJS yang efektif ini dapat menjembatani  informasi terkait dengan BPJS dan perkembangannya, dan memberikan arah kepada para pelaku kegiatan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan pihak lainnya yang berujung pada peningkatan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat, serta diperolehnya dukungan publik terhadap BPJS.

Perkembangan Persiapan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS
Dalam rangka mendukung penyiapan operasionalisasi pelaksanaan BPJS, Pemerintah telah membentuk Tim Penyiapan Operasionalisasi BPJS melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Tim Penyiapan Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang kemudian diubah dengan Kepmenko Kesra Nomor 22 Tahun 2012, dalam lampiran keputusan tersebut Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS dibagi kedalam tiga bidang, yaitu bidang BPJS Kesehatan dengan Ketua Wakil Menteri Kesehatan, bidang BPJS Ketenagakerjaan dengan Ketua Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS dengan Ketua Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menyadari semakin dekatnya operasionalisasi BPJS yang akan dimulai 1 Januari 2014, keterlibatan masyarakat dan publik menjadi penting guna menyebarluaskan informasi yang benar mengenai UU SJSN maupun UU BPJS. UU SJSN dan UU BPJS ini juga mengamatkan perumusan peraturan pelaksanaan terkait hal-hal yang perlu diatur lebih lanjut. UU SJSN pada awalnya direncanakan terdiri dari 11 Peraturan Pemerintah dan 10 Peraturan Presiden, sedangkan UU BPJS sendiri direncanakan terdiri dari 8 Peraturan Pemerintah, 7 Peraturan Presiden dan 1 Keputusan Presiden. Seiring berjalannya pembahasan peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS, tim penyiapan pelaksanaan BPJS memandang terdapat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden yang bisa dimampatkan menjadi satu maupun dipisah. 

Adapun matriks progres penyelesaian peraturan pelaksanaan dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Gambar 1. Perkembangan penyelesaian peraturan pelaksanaan UU SJSN per-Juli 2013
Peraturan Pelaksanaan
Hasil Pembahasan
Progres
Selesai
Proses
11 PP
1.      Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP 101/2012)
2.      Jaminan Kecelakaan Kerja
3.      Jaminan Pensiun
4.      Jaminan Kematian
5.      Jaminan Hari Tua
       X
                                
 
                         x
                         x
                         x                                                    x
10 Perpres
1.      Jaminan Kesehatan (Perpres 12/2013)
2.      Pentahapan Kepesertaan
3.      Susunan Organisasi dan keanggotaanDJSN
4.      Manfaat Jaminan Pensiun
         X
           
                                   x 
         X                              
                                   x
Sumber: Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS

Gambar 2. Perkembangan Penyelesaian Peraturan Pelaksanaan UU BPJS per-Juli 2013
Peraturan Pelaksanaan
Hasil Pembahasan
Status
Prioritas
Bahas      Lanjut
8 PP
1.    Tata Cara Pengelolaan , Pengembangan Aset BPJS dan Dana Jaminan Sosial
2.    Revisi PP 69/1991; PP 28/2002; PP 58/2012
3.    Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS
4.    Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Pemberi Kerja, Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan PBI
5.    Tata Cara Hubungan Antar Lembaga
                                                                       
    Nov’ 2013

    Nov’ 2013
                            x
                           

                            x
                            
                    

                            x
                            
7 Perpres
1.    Besaran Iuran Jaminan Kesehatan
2.    Pelayanan Kesehatan Tertentu Operasional TNI/POLRI
3.    Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Dewan dan Direksi BPJS
4.    Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial  BPJS
5.    Gaji dan Manfaat lainnya Dewas dan Direksi BPJS
  Ags’ 2013
  Nov’ 2013
                            
                             x
                           
                             x
                           
                             x
1 Keppres
Penetapan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS
                             x
Sumber: Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS

Berdasarkan matriks regulasi peraturan pelaksanaan yang harus diselesaikan oleh Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS, ditargetkan paling lambat pada bulan November 2013 peraturan pelaksanaan BPJS bisa diselesaikan guna menyongsong transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014.
Penyampaian dan penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai proses penyusunan peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS sebagaimana matriks diatas menjadi penting guna meningkatkan kesadaran masyarakat dan keterlibatan aktif masyarakat untuk ikut terlibat dalam memberi masukan kepada Kementerian/Lembaga terkait  di dalam penyusunan regulasi terkait penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.

Kondisi Terkini Di Masyarakat

Pada tanggal 28 Oktober 2011, Parlemen mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyediaan Badan Jaminan Sosial (BPJS). UU BPJS adalah implementasi dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU tersebut juga mengamanatkan kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Taspen ( Terbatas), dan PT ASABRI (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS. Transformasi ini juga diikuti dengan pengalihan peserta, program, aset dan kewajiban, karyawan, hak dan kewajiban.

UU BPJS mengamanatkan dibentuknya 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, pensiun, hari tua, dan jaminan kematian. Selain itu, kepesertaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tersebut akan diperluas secara bertahap.

UU BPJS mengamanatkan empat perusahaan yang terlibat dalam penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes, menjadi dua badan hukum publik, yaitu BPJS Kesehatan yang beroperasi mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan yang beroperasi paling lambat 1 Juli 2015, sejumlah pihak menanggapi optimis/positif dan pesimis/negatif tentang pembentukan BPJS.

Menyadari hal tersebut, pemerintah merasa perlu membuat desain strategi komunikasi dan sosialisasi yang efektif mengenai isu SJSN dan BPJS untuk disebarkan kepada stakeholder terkait dalam rangka untuk mengimbangi berita negatif tentang BPJS saat ini. Peningkatan koordinasi antar instansi pemerintah dan pemangku kepentingan jaminan sosial menjadi hal krusial guna menyusun agenda bersama sosialisasi, edukasi dan advokasi BPJS.
Penyusunan desain komunikasi dan sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang BPJS yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal kebijakan tersebut.

Pengertian Strategi Komunikasi

Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi (Effendi, 1981:84).

Situasi dan kondisi manajemen komunikasi berkembang pesat. Pengertian umum tentang public relations juga mengalami evolusi yang semula adalah kegiatan komunikasi satu arah yang berbasiskan kegiatan propaganda dan komunikasi persuasif. Kini pengertian itu berubah menjadi kegiatan komunikasi dua arah, yang mengedepankan kaidah pertukaran (exchange), timbal balik (reciprocity) dan kesepahaman bersama (mutual understanding), termasuk manajemen perubahan, sebagaimana ditekankan Cutlip, Center dan Broom dalam Effective Public Relations (2006).

Peran kegiatan kehumasan pemerintah adalah mengkomunikasikan dan menginformasikan kepada publik tentang rencana kerja, kinerja dan capaian hasil yang dilakukan pemerintah. Selain peran komunikator, humas pemerintah juga harus mampu menjalankan peran sebagai fasilitator, mediator, dan negosiator yang menjembatani kepentingan penyelenggara negara dan kepentingan publik. Dengan begitu peran humas pemerintah selain melaksanakan fungsi diseminasi informasi juga menyerap aspirasi dan reaksi publik, sehingga tercipta saling pengertian antara publik dengan penyelenggara negara.

Kehumasan pemerintah adalah sebuah aktivitas PR yang bekerja untuk dan atas nama pemerintah yang menyediakan informasi yang bersifat edukatif (educating), inspiratif (inspiring), memberikan pencerahan (enlightning), dan memberdayakan (empowering) warga dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Freddy H Tulung, Berkomunikasi di Ruang Publik; Implementasi Kehumasan Pemerintah, 2012).

Pemerintah, maupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang akan dibentuk dan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan yang akan beroperasi paling lambat 1 Juli 2015 berkewajiban menyusun Strategi Komunikasi, Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS untuk memastikan bahwa BPJS tersosialisasi ke berbagai kalangan. Tahapan sosialisasi menjadi penentu keberhasilan dalam implementasi BPJS. Dalam melakukan sosialisasi, tentunya diperlukan strategi yang terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:



1.      Menentukan fokus sosialisasi
Apabila dilihat dari fokus sosialisasinya, kegiatan sosialisasi, edukasi dan advokasi memiliki fokus yang berbeda-beda. Masing-masing fokus kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.       Sosialisasi
Tujuan
:
Agar khalayak tahu mengenai BPJS
Sifat
:
Searah (tidak ada timbal balik)
Metode
:
Menginformasikan BPJS melalui media
Sasaran
:
Semua lapisan masyarakat

b.      Edukasi
Tujuan
:
Agar khalayak tahu dan diperoleh respon positif mengenai BPJS
Sifat
:
Interaktif (dua arah)
Metode
:
Transfer knowledge, ada tanya jawab sehingga audiences dapat memahami dan menjelaskan program tersebut pada komunitasnya atau pada lingkungan profesinya
Sasaran
:
Kalangan terbatas, seperti tenaga pendidik, tenaga medis, humas

c.       Advokasi
Tujuan
:
Agar diperoleh dukungan keterlibatan aktif dalam masyarakat
Sifat
:
Pembinaan (Coaching To)
Metode
:
Transfer skill
Sasaran
:
Kelompok-kelompok kunci yang berkepentingan langsung dengan BPJS


2.      Menentukan khalayak sasaran sosialisasi
Penentuan khalayak sasaran sosialisasi bisa dipetakan menurut kelompok masyarakat yang terkena dampak kebijakan BPJS, dampak tersebut terdiri atas dampak primer dan dampak sekunder. Dampak primer (langsung) yaitu peserta jaminan sosial serta badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen). Sedangkan dampak sekunder (tidak langsung) yaitu organisasi kemasyarakatan, akademisi, LSM, media massa dan masyarakat umum.

3.      Menentukan kemasan pesan atau agenda setting dengan cara:
Penentuan agenda setting terdiri atas framing, signing, dan priming. Framing yaitu cara menonjolkan fakta (seleksi isu) yang akan disampaikan ke publik. Signing, yaitu mengemas pesan dengan cara menggunakan bahasa atau gambar, sedangkan Priming, yaitu kapan waktu yang pas pesan disampaikan kepada publik.

Desain Strategi Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi Kebijakan BPJS

Dalam menyusun desain strategi sosialisasi, edukasi dan advokasi kebijakan BPJS, perlunya menganalisis situasi terkini yang berkembang terkait dengan BPJS. Situasi ini mempengaruhi strategi dan penerimaan publik apakah memberi respon positif atau sebaliknya. Dalam pemetaan situasi terkini dapat dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi dari hasil Focus Group Discussion (FGD), dialog interaktif, survey dll. Analisis dari media dengan tone positif dan negatif, serta hasil monev dari Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS.
 


       Gambar 3. Desain Strategi Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi Kebijakan BPJS

f















Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Monitoring dampak sebagai hasil evaluasi penerimaan positif atau sebaliknya dari masyarakat terkait penerapan kebijakan BPJS, akan menentukan strategi yang lebih tepat sasaran untuk diimplementasikan. Sosialisasi BPJS sendiri dapat dilaksanakan melalui enam tahapan utama, sebagai berikut:
·      Menentukan tujuan terdiri atas memberikan pengetahuan, mendapatkan kesepakatan dan menimbulkan pemahaman dan loyalitas
·      Koordinasi internal diantara anggota tim sosialisasi, terutama jika ada informasi terbaru
·      Penyiapan narasumber yang berkompeten dibidangnya disesuaikan dengan tujuan dan tema sosialisasi
·      Tema utama dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosialisasi
·      Pemberian identitas khas dalam  sosialisasi sehingga publik dapat membedakannya dengan sosialisasi yang lain
·      Pemilihan media yang efektif. Bisa menggunakan media penyiaran, media cetak, media online, media tatap muka, media luar ruang dan media tradisional\
Gambar 4. Cara mensosialisasikan BPJS









Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Sosialisasi perlu ditata dengan baik secara bersama-sama agar gaung BPJS dapat dipahami, dimengerti dan diterima oleh masyarakat/publik. Berbagai kelompok menyuarakan kepentingannya melalui media. Opini publik terbentuk karena media secara bersama-sama dan terencana mengangkat kepentingan kelompok menjadi sebuah isu penting. Gilirannya, ia menjadi bahan masukan ataupun pembuatan kebijakan publik.
Opini publik perlu dilakukan manajemen untuk menata citra atau reputasi positif. Dibutuhkan manajemen opini publik mengenai BPJS agar tuntutan publik searah dengan kebijakan pemerintah yang baik sehingga reputasi dan citra positif dapat diraih. Opini publik tidak akan bertahan lama, kecuali jika sudah menjadi perhatian publik dan kemudian berubah wujudnya menjadi tuntutan publik. Opini publik dapat dikendalikan untuk menghindari terjadinya legitimasi tuntutan publik.
Gambar 5. Terbentuknya opini publik yang mempengaruhi kebijakan


Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Arah opini publik yang mengemuka bisa menjadi dukungan publik dan atau menjadi tuntutan publik. Adapun citra yang dihasilkan dapat positif atau negatif. Tujuan pengelolaan opini publik sendiri untuk memperoleh dukungan publik dan citra positif, positif/optimistik/mendukung/pro dan negatif/pesimistik/menentang/kontra kebijakan BPJS yang berkembang melalui media.
Pengelolaan opini publik yang baik melalui penataan agenda setting dan framing pesan BPJS niscaya menghasilkan dukungan publik, berupa pemahaman, sikap dan perilaku. Sedangkan pengelolaan opini yang kurang baik menghasilkan tuntutan publik yang ditandai resistensi, simplifikasi dan sensasional belaka.
Gambar 6. Siklus Opini Publik menjadi Reputasi






Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS

Komunikator Dalam Sosialisasi BPJS
Dalam melakukan sosialisasi, haruslah dipilih orang-orang yang berkompeten di bidangnya, terutama yang menguasai BPJS. Yang dapat menjadi komunikator dalam sosialisasi BPJS diantaranya:
1.    Pejabat Pemerintah, diantaranya menteri, pejabat eselon dll
2.    Pemuka masyarakat
3.    Mitra pemerintah, diantaranya dunia usaha (KADIN, Perusahaan, Asosiasi, Profesi), Organisasi Kemasyarakatan
Perlu diingat bahwa komunikator haruslah memiliki legitimasi terhadap publik, memiliki kewenangan, kredibel dan memiliki kemampuan dan kompetensi dibidangnya.
Tata Kelola Sosialisasi BPJS
Ada dua saluran dalam tata kelola sosialisasi, edukasi dan advokasi BPJS. Agenda setting, yang mengelola laporan dari masyarakat atau publik, laporan ini didapat dari monitoring media, laporan dari kementerian terkait dan laporan dari stakeholder. Setelah itu diadakannya klasifikasi dari laporan dan menentukan isu strategis tentang BPJS.
Setelah isu ditentukan, barulah dibuat perumusan agenda setting dan penyiapan materi publikasi BPJS. Jaringan diseminasi dapat dijalankan apabila pihak kementerian dan stakeholder sudah siap menjalankan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan melalui enam media, yaitu Bakohumas, Media Massa, Media Publik, Media Center, dan Kemitraan. Antara keenam media tersebut dan masyarakat, terjadi timbal balik. Masyarakat memperoleh informasi, sedangkan media memperoleh tanggapan. Tata kelola ini terjadi secara berputar.
Gambar 7. Tata Kelola Sosialiasi, Edukasi dan Advokasi BPJS











Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS

Pemanfaatan Media Sosialisasi BPJS sebagai Sarana Komunikasi di Ruang Publik
Pemanfaatan media tulisan sebagai sarana sosialisasi senantiasa memperhatikan keunggulan dan keterbatasan media tersebut. Setiap media memiliki karakteristik yang sangat spesifik dengan menyasar khalayak tertentu. Sebagai contoh media tradisional memiliki khalayak yang lebih statis dibandingkan dengan media online yang peminatnya adalah masyarakat dinamis. Sosialisasi melalui berbagai media dapat dilaksanakan melalui media sebagai berikut:
1.    Media cetak melalui pembuatan poster, leaflet, flyer brosur, buku, advertorial, tabloid, majalah dan koran
2.    Media penyiaran dapat melalui televisi, radio, CCTV media gedung, SMS Gateway, MMS, Group BB, running text dan animasi
3.    Media tatap muka dilakukan melalui kegiatan seperti forum komunikasi, pertemuan, jumpa pers, media gathering, seminar, workshop, diskusi dan temu pemuda
4.    Media luar ruang, dilakukan dengan pameran, umbul-umbul, spanduk, banner, baliho, mobil unit dan videotron tv plasma
5.    Media tradisional dilakukan melalui pertunjukan rakyat, kesenian tradisional berupa pertunjukan teater atau drama, ludrukm wayang dan bentuk kesenian yang berasal dari daerah masing-masing
6.    Media online, melalui LKBN Antara (portal berita), media online infopublik.org, portal media center di 33 Provinsi dan 128 Kabupaten/Kota dan media sosial (facebook, twitter, youtube).
Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai leading sector kehumasan pemerintah, memiliki beberapa saluran komunikasi yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana sosiallisasi. Setidaknya Kementerian Komunikasi dan Informatika berafiliasi dengan 824 jaringan Bakohumas, 1700 Media dan 50.000 saluran komunikasi. Selain itu, ditingkatan pemkab dan pemkot, memiliki seitdaknya 130 lokasi media center sebagai kepanjangan tangan dalam melakukan sosialisasi yang dikoordinasikan oleh Dinas Kominfo, Dishubkominfo dan Setda.
Monitoring Dampak Sosialisasi, Edukasi, dan Advokasi BPJS
Monitoring dampak sosialiasi, edukasi dan advokasi BPJS dilakukan setelah pelaksanaan sosialisasi program BPJS melalui strategi komunikasi dan sosialisasi yang telah disusun. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap program BPJS. Selain itu, dapat juga dilihat sikap yang dihasilkan masyarakat, khususnya sikap mendukung dan berpartisipasi dalam BPJS. Penciptaan kesadaran pada masyarakat akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan BPJS.


  
Gambar 8. Dampak Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS
Sumber: Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Strategi komunikasi ini dampaknya harus diukur secara berkala untuk mengetahui progres dari kegiatan sosialisasi oleh Pemerintah. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai tools (alat) seperti kuesioner/angket, jejak pendapat dan wawancara kepada setiap pihak yang menjadi sasaran BPJS. Monitoring ini sangat diperlukan untuk menyusun kembali program antisipasi yang lebih tepat sasaran, sehingga pada tanggal 1 Januari 2014 seluruh pihak memiliki kesiapan dalam pelaksanaan BPJS.
Apa langkah selanjutnya setelah Strategi Komunikasi dan Sosialisasi dirumuskan?
Rencana aksi nasional adalah tindak lanjut rencana pengelolaan suatu kegiatan yang bertujuan mengelola kegiatan lebih teratur, terarah serta dapat dilakukan monitoring secara komprehensif. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai koordinator Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS bersama-sama kementerian/lembaga terkait melaksanakan berbagai koordinasi baik dalam bentuk FGD, Rapat Koordinasi dan Monev. Rencana Aksi Nasional akan terus disempurnakan yang mencerminakan kegiatan dari Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS. RAN BPJS terdiri atas rencana aksi dari anggota Tim Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi dalam rangka mensosialisasikan BPJS. RAN di breakdown setiap bulan untuk memudahkan dalam pelaksanaan program dan monev nya. RAN tersebut melibatkan Kementerian/Lembaga terkait yang menjadi anggota Tim Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS. Masing-masing anggota Tim harus melaporkan hasil sosialisasi yang telah dilaksanakan kepada ketua Tim.

Kebutuhan akan Pilot Project
Pada tahun 2013 ini, pemerintah mencanangkan pelaksanaan ujicoba penyelenggaraan BPJS di 3 Provinsi, yakni DKI Jakarta, Aceh dan Jawa Barat. Tujuan uji coba yaitu agar Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dapat dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan, sehingga bisa melihat apa yang bisa diperbaiki. Disini Tim Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS dapat mengukur sejauh mana efektifitas pelaksanaan strategi komunikasi dan sosialisasi BPJS dengan melaksanakan kegiatan sosialisasi di ketiga wilayah tersebut secara intensif dan masif. Kesuksesan yang diukur dari peningkatan kesadaran masyarakat dan stakeholder akan kebijakan BPJS ditengah-tengah masyarakat diharapkan sedikit banyak dapat mencerminkan efektifitas strategi komunikasi dan sosialisasi BPJS di ketiga daerah tersebut.
Kesimpulan
Desain Strategi Komunikasi dan Sosialisasi SJSN dan BPJS yang efektif memegang peran vital guna menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan sosialisasi penyiapan pelaksanaan BPJS. Selain itu, strategi komunikasi dan sosialisasi yang efektif diharapkan dapat menjadi katalisator didalam mengimbangi pemberitaan negatif tentang BPJS, kemampuan pemerintah untuk mengelola manajemen opini publik diharapkan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pengawalan kebijakan di bidang perlindungan sosial ini.
Keberhasilan pelaksanaan strategi komunikasi dan sosialisasi BPJS sangat dipengaruhi oleh pihak internal dan eksternal, dari sisi internal adalah soliditas dari setiap kelompok kerja Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS, dari sisi eksternal adalah dukungan dan partisipasi masyarakat untuk ikut terlibat, menyebarluaskan dan mensukseskan kegiatan sosialisasi BPJS. Tugas rutin pada masing-masing kementerian/lembaga dalam melaksanakan tugas dan fungsi juga merupakan tantangan didalam mempertahankan soliditas Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS.
Keberhasilan pelaksanaan strategi komunikasi dan sosialisasi yang efektif juga diharapkan tergambar dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan tentang BPJS yang dapat diamati dari pemberitaan media dan respon masyarakat di Indonesia.

Daftar Pustaka
_____ Peraturan Pemerintah No 33/1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
_____ Peraturan Pemerintah No 34/1977 tentang Perum Astek
_____ Peraturan Pemerintah No 36/1995 tentang PT Jamsostek Persero
_____ Peraturan Pemerintah No 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan  Kesehatan
_____ Peraturan Presiden No 12/2013 tentang PT Jaminan Kesehatan
_____ Undang Undang No 3/1992 tentang Jamsostek
_____ Undang Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
_____ Undang Undang No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
_____ Undang Undang No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ditjen IKP, Kemkominfo (2013). Buku Pedoman Strategi Komunikasi dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS. Jakarta.
Effendi, Ohnong Uchjana (1981 :84). Dimensi-dimensi komunikasi. 

Tulung, Freddy H. Berkomunikasi di Ruang Publik (2012). Implementasi Kehumasan Pemerintah.