STRATEGI
KOMUNIKASI DAN SOSIALISASI PENYIAPAN PELAKSANAAN BPJS DI INDONESIA
Pendahuluan
UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan awal dimulainya reformasi
menyeluruh sistem jaminan sosial nasional di Indonesia. Reformasi terhadap program
jaminan sosial menjadi penting karena banyaknya peraturan yang pelaksanaannya
masih tumpang tindih, manfaat program yang minim dan jangkauan program yang sangat
terbatas serta hanya menyentuh sebagian kecil masyarakat. Sistem jaminan sosial
nasional merupakan kebijakan yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implementasi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN) memerlukan kelengkapan peraturan yang mengatur pelaksanaan
secara rinci substansi, program, lembaga, dan mekanisme penyelenggara.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS) sebagai kelanjutan dari UU SJSN disusun berdasarkan konsep jaminan
sosial yang sahih dan integral agar menjadi payung hukum dalam penyelenggaraan
jaminan sosial di Indonesia.
Keterlambatan penyelesaian peraturan pelaksanaan UU
SJSN terkait dengan belum tersosialisasinya UU SJSN secara luas yang
menyebabkan kurangnya dukungan stakeholder dan partisipasi masyarakat, hal ini terlihat
dari masih banyaknya perbedaan pandangan substantif terhadap UU SJSN maupun UU
BPJS antara organisasi pemerintah, publik dan organisasi profesi. Selain itu,
kesenjangan informasi antar daerah yang belum merata, mengakibatkan rentannya
isu mengenai SJSN maupun BPJS dipolitisir oleh berbagai pihak sehingga menyebabkan
beredarnya informasi yang tidak akurat dan cenderung spekulatif bahkan menuju negatif
tentang pelaksanaan BPJS.
Melihat kedudukan serta fungsinya yang sedemikian penting,
jelas bahwa UU SJSN dan UU BPJS harus segera disosialisasikan secara luas
kepada masyarakat. Kegiatan sosialisasi perlu dilakukan melalui berbagai media
secara simultan. Strategi komunikasi dan
sosialisasi menjadi penting sebagai upaya sistematis pemerintah guna
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang transformasi penyelenggaraan jaminan
sosial di Indonesia.
Menyadari pentingnya strategi komunikasi dan
sosialisasi sebagai upaya mengimbangi pemberitaan negatif tentang BPJS di media
massa dan urgent-nya memberikan dan
menyebarkan informasi yang benar kepada masyarakat, Tim Penyiapan Pelaksanaan
BPJS melalui Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS yang dipimpin oleh
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan
Informatika menyusun desain strategi komunikasi dan sosialisasi penyiapan
pelaksanaan BPJS. Diharapkan desain strategi komunikasi dan sosialisasi
penyiapan pelaksanaan BPJS yang efektif ini dapat menjembatani informasi
terkait dengan BPJS dan perkembangannya, dan memberikan arah kepada para pelaku
kegiatan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan pihak lainnya yang berujung pada
peningkatan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat, serta diperolehnya dukungan
publik terhadap BPJS.
Perkembangan
Persiapan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS
Dalam rangka mendukung penyiapan operasionalisasi
pelaksanaan BPJS, Pemerintah telah membentuk Tim Penyiapan Operasionalisasi
BPJS melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 17
Tahun 2012 tentang Tim Penyiapan Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, yang kemudian diubah dengan Kepmenko Kesra Nomor 22 Tahun 2012, dalam
lampiran keputusan tersebut Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS dibagi kedalam tiga
bidang, yaitu bidang BPJS Kesehatan dengan Ketua Wakil Menteri Kesehatan,
bidang BPJS Ketenagakerjaan dengan Ketua Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, dan bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS
dengan Ketua Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian
Komunikasi dan Informatika.
Menyadari semakin dekatnya operasionalisasi BPJS
yang akan dimulai 1 Januari 2014, keterlibatan masyarakat dan publik menjadi
penting guna menyebarluaskan informasi yang benar mengenai UU SJSN maupun UU
BPJS. UU SJSN dan UU BPJS ini juga mengamatkan perumusan peraturan pelaksanaan
terkait hal-hal yang perlu diatur lebih lanjut. UU SJSN pada awalnya direncanakan
terdiri dari 11 Peraturan Pemerintah dan 10 Peraturan Presiden, sedangkan UU
BPJS sendiri direncanakan terdiri dari 8 Peraturan Pemerintah, 7 Peraturan
Presiden dan 1 Keputusan Presiden. Seiring berjalannya pembahasan peraturan
pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS, tim penyiapan pelaksanaan BPJS memandang
terdapat Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden yang bisa dimampatkan
menjadi satu maupun dipisah.
Adapun matriks progres penyelesaian peraturan
pelaksanaan dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Gambar 1. Perkembangan penyelesaian peraturan
pelaksanaan UU SJSN per-Juli 2013
Peraturan
Pelaksanaan
|
Hasil
Pembahasan
|
Progres
|
|
Selesai
|
Proses
|
||
11
PP
|
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PP 101/2012)
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
3. Jaminan Pensiun
4. Jaminan Kematian
5. Jaminan Hari Tua
|
X
x
x
x x
|
|
10
Perpres
|
1. Jaminan Kesehatan (Perpres 12/2013)
2. Pentahapan
Kepesertaan
3. Susunan Organisasi dan keanggotaanDJSN
4. Manfaat Jaminan Pensiun
|
X
x
X
x
|
Sumber: Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Gambar 2. Perkembangan Penyelesaian Peraturan Pelaksanaan
UU BPJS per-Juli 2013
Peraturan Pelaksanaan
|
Hasil
Pembahasan
|
Status
|
|
Prioritas
|
Bahas Lanjut
|
||
8
PP
|
1.
Tata Cara Pengelolaan , Pengembangan Aset BPJS dan Dana Jaminan Sosial
2.
Revisi PP 69/1991; PP 28/2002; PP 58/2012
3.
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS
4.
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi Pemberi Kerja, Selain
Pemberi Kerja, Pekerja dan PBI
5.
Tata Cara Hubungan Antar Lembaga
|
Nov’ 2013
Nov’ 2013
x
x
x
|
|
7
Perpres
|
1. Besaran Iuran Jaminan Kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan Tertentu Operasional TNI/POLRI
3. Tata
Cara Pemilihan dan
Penetapan Dewan dan Direksi BPJS
4. Bentuk
dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial BPJS
5. Gaji dan Manfaat lainnya Dewas dan Direksi BPJS
|
Ags’ 2013
Nov’ 2013
x
x
x
|
|
1 Keppres
|
Penetapan
Dewan
Pengawas dan Direksi
BPJS
|
x
|
Sumber: Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Berdasarkan matriks regulasi peraturan pelaksanaan
yang harus diselesaikan oleh Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS, ditargetkan paling
lambat pada bulan November 2013 peraturan pelaksanaan BPJS bisa diselesaikan guna
menyongsong transformasi PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan PT
Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014.
Penyampaian dan penyebaran informasi kepada
masyarakat mengenai proses penyusunan peraturan pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS
sebagaimana matriks diatas menjadi penting guna meningkatkan kesadaran
masyarakat dan keterlibatan aktif masyarakat untuk ikut terlibat dalam memberi
masukan kepada Kementerian/Lembaga terkait di dalam penyusunan regulasi terkait
penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
Kondisi
Terkini Di Masyarakat
Pada tanggal 28 Oktober 2011, Parlemen mengesahkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyediaan Badan
Jaminan Sosial (BPJS). UU BPJS adalah implementasi dari Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. UU tersebut juga mengamanatkan kelembagaan PT Askes (Persero), PT
Jamsostek (Persero), PT Taspen ( Terbatas), dan PT ASABRI (Persero) untuk
bertransformasi menjadi BPJS. Transformasi ini juga diikuti dengan pengalihan
peserta, program, aset dan kewajiban, karyawan, hak dan kewajiban.
UU BPJS mengamanatkan dibentuknya 2 (dua) BPJS,
yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, pensiun, hari tua, dan jaminan kematian. Selain itu,
kepesertaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tersebut akan diperluas
secara bertahap.
UU BPJS mengamanatkan empat perusahaan yang terlibat
dalam penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri
dan PT Askes, menjadi dua badan hukum publik, yaitu BPJS Kesehatan yang beroperasi
mulai 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan yang beroperasi paling lambat 1
Juli 2015, sejumlah pihak menanggapi optimis/positif dan pesimis/negatif
tentang pembentukan BPJS.
Menyadari hal tersebut, pemerintah merasa perlu
membuat desain strategi komunikasi dan sosialisasi yang efektif mengenai isu
SJSN dan BPJS untuk disebarkan kepada stakeholder terkait dalam rangka untuk
mengimbangi berita negatif tentang BPJS saat ini. Peningkatan koordinasi antar
instansi pemerintah dan pemangku kepentingan jaminan sosial menjadi hal krusial
guna menyusun agenda bersama sosialisasi, edukasi dan advokasi BPJS.
Penyusunan desain komunikasi dan sosialisasi ini
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
BPJS yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal kebijakan
tersebut.
Pengertian
Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi merupakan panduan dari
perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communication
management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut
strategi komunikasi harus dapat menunjukan bagaimana operasionalnya secara
taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa
berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi (Effendi, 1981:84).
Situasi dan kondisi manajemen komunikasi berkembang
pesat. Pengertian umum tentang public
relations juga mengalami evolusi yang semula adalah kegiatan komunikasi
satu arah yang berbasiskan kegiatan propaganda dan komunikasi persuasif. Kini
pengertian itu berubah menjadi kegiatan komunikasi dua arah, yang mengedepankan
kaidah pertukaran (exchange), timbal balik (reciprocity) dan kesepahaman
bersama (mutual understanding), termasuk manajemen perubahan, sebagaimana
ditekankan Cutlip, Center dan Broom dalam Effective
Public Relations (2006).
Peran kegiatan kehumasan pemerintah adalah mengkomunikasikan
dan menginformasikan kepada publik tentang rencana kerja, kinerja dan capaian
hasil yang dilakukan pemerintah. Selain peran komunikator, humas pemerintah
juga harus mampu menjalankan peran sebagai fasilitator, mediator, dan
negosiator yang menjembatani kepentingan penyelenggara negara dan kepentingan
publik. Dengan begitu peran humas pemerintah selain melaksanakan fungsi
diseminasi informasi juga menyerap aspirasi dan reaksi publik, sehingga
tercipta saling pengertian antara publik dengan penyelenggara negara.
Kehumasan pemerintah adalah sebuah aktivitas PR yang
bekerja untuk dan atas nama pemerintah yang menyediakan informasi yang bersifat
edukatif (educating), inspiratif (inspiring), memberikan pencerahan
(enlightning), dan memberdayakan (empowering) warga dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Freddy H Tulung, Berkomunikasi di Ruang Publik;
Implementasi Kehumasan Pemerintah, 2012).
Pemerintah, maupun Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan yang akan dibentuk dan mulai beroperasi pada 1 Januari
2014 dan BPJS Ketenagakerjaan yang akan beroperasi paling lambat 1 Juli 2015 berkewajiban
menyusun Strategi Komunikasi, Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS untuk
memastikan bahwa BPJS tersosialisasi ke berbagai kalangan. Tahapan sosialisasi
menjadi penentu keberhasilan dalam implementasi BPJS. Dalam melakukan
sosialisasi, tentunya diperlukan strategi yang terdiri atas langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Menentukan
fokus sosialisasi
Apabila dilihat dari fokus
sosialisasinya, kegiatan sosialisasi, edukasi dan advokasi memiliki fokus yang
berbeda-beda. Masing-masing fokus kegiatan tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a. Sosialisasi
Tujuan
|
:
|
Agar khalayak
tahu mengenai BPJS
|
Sifat
|
:
|
Searah (tidak
ada timbal balik)
|
Metode
|
:
|
Menginformasikan
BPJS melalui media
|
Sasaran
|
:
|
Semua
lapisan masyarakat
|
b. Edukasi
Tujuan
|
:
|
Agar khalayak
tahu dan diperoleh respon positif mengenai BPJS
|
Sifat
|
:
|
Interaktif
(dua arah)
|
Metode
|
:
|
Transfer
knowledge, ada tanya jawab sehingga audiences
dapat memahami dan menjelaskan program tersebut pada komunitasnya atau pada
lingkungan profesinya
|
Sasaran
|
:
|
Kalangan
terbatas, seperti tenaga pendidik, tenaga medis, humas
|
c. Advokasi
Tujuan
|
:
|
Agar diperoleh
dukungan keterlibatan aktif dalam masyarakat
|
Sifat
|
:
|
Pembinaan
(Coaching To)
|
Metode
|
:
|
Transfer skill
|
Sasaran
|
:
|
Kelompok-kelompok
kunci yang berkepentingan langsung dengan BPJS
|
2. Menentukan
khalayak sasaran sosialisasi
Penentuan khalayak sasaran sosialisasi
bisa dipetakan menurut kelompok masyarakat yang terkena dampak kebijakan BPJS,
dampak tersebut terdiri atas dampak primer dan dampak sekunder. Dampak primer
(langsung) yaitu peserta jaminan sosial serta badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial (PT Askes, PT Jamsostek, PT Asabri, PT
Taspen). Sedangkan dampak sekunder (tidak langsung) yaitu organisasi
kemasyarakatan, akademisi, LSM, media massa dan masyarakat umum.
3. Menentukan
kemasan pesan atau agenda setting
dengan cara:
Penentuan agenda setting terdiri atas framing, signing, dan priming. Framing yaitu cara menonjolkan fakta
(seleksi isu) yang akan disampaikan ke publik. Signing, yaitu mengemas pesan dengan cara menggunakan bahasa atau
gambar, sedangkan Priming, yaitu
kapan waktu yang pas pesan disampaikan kepada publik.
Desain
Strategi Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi Kebijakan BPJS
Dalam menyusun desain strategi sosialisasi, edukasi
dan advokasi kebijakan BPJS, perlunya menganalisis situasi terkini yang
berkembang terkait dengan BPJS. Situasi ini mempengaruhi strategi dan
penerimaan publik apakah memberi respon positif atau sebaliknya. Dalam pemetaan
situasi terkini dapat dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi dari
hasil Focus Group Discussion (FGD),
dialog interaktif, survey dll. Analisis dari media dengan tone positif dan negatif, serta hasil monev dari Tim Penyiapan
Pelaksanaan BPJS.
Gambar
3. Desain Strategi Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi Kebijakan BPJS
f
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Monitoring dampak
sebagai hasil evaluasi penerimaan positif atau sebaliknya dari masyarakat
terkait penerapan kebijakan BPJS, akan menentukan strategi yang lebih tepat
sasaran untuk diimplementasikan. Sosialisasi BPJS sendiri dapat dilaksanakan
melalui enam tahapan utama, sebagai berikut:
· Menentukan
tujuan terdiri atas memberikan pengetahuan, mendapatkan kesepakatan dan
menimbulkan pemahaman dan loyalitas
· Koordinasi
internal diantara anggota tim sosialisasi, terutama jika ada informasi terbaru
· Penyiapan
narasumber yang berkompeten dibidangnya disesuaikan dengan tujuan dan tema
sosialisasi
· Tema
utama dalam melaksanakan berbagai kegiatan sosialisasi
· Pemberian
identitas khas dalam sosialisasi sehingga
publik dapat membedakannya dengan sosialisasi yang lain
· Pemilihan
media yang efektif. Bisa menggunakan media penyiaran, media cetak, media
online, media tatap muka, media luar ruang dan media tradisional\
Gambar 4. Cara
mensosialisasikan BPJS
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Sosialisasi perlu
ditata dengan baik secara bersama-sama agar gaung BPJS dapat dipahami,
dimengerti dan diterima oleh masyarakat/publik. Berbagai kelompok menyuarakan
kepentingannya melalui media. Opini publik terbentuk karena media secara
bersama-sama dan terencana mengangkat kepentingan kelompok menjadi sebuah isu
penting. Gilirannya, ia menjadi bahan masukan ataupun pembuatan kebijakan
publik.
Opini publik perlu
dilakukan manajemen untuk menata citra atau reputasi positif. Dibutuhkan
manajemen opini publik mengenai BPJS agar tuntutan publik searah dengan
kebijakan pemerintah yang baik sehingga reputasi dan citra positif dapat
diraih. Opini publik tidak akan bertahan lama, kecuali jika sudah menjadi
perhatian publik dan kemudian berubah wujudnya menjadi tuntutan publik. Opini
publik dapat dikendalikan untuk menghindari terjadinya legitimasi tuntutan
publik.
Gambar 5. Terbentuknya
opini publik yang mempengaruhi kebijakan
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Arah opini publik yang
mengemuka bisa menjadi dukungan publik dan atau menjadi tuntutan publik. Adapun
citra yang dihasilkan dapat positif atau negatif. Tujuan pengelolaan opini
publik sendiri untuk memperoleh dukungan publik dan citra positif,
positif/optimistik/mendukung/pro dan negatif/pesimistik/menentang/kontra
kebijakan BPJS yang berkembang melalui media.
Pengelolaan opini
publik yang baik melalui penataan agenda
setting dan framing pesan BPJS
niscaya menghasilkan dukungan publik, berupa pemahaman, sikap dan perilaku.
Sedangkan pengelolaan opini yang kurang baik menghasilkan tuntutan publik yang
ditandai resistensi, simplifikasi dan sensasional belaka.
Gambar 6. Siklus Opini
Publik menjadi Reputasi
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Komunikator
Dalam Sosialisasi BPJS
Dalam melakukan
sosialisasi, haruslah dipilih orang-orang yang berkompeten di bidangnya,
terutama yang menguasai BPJS. Yang dapat menjadi komunikator dalam sosialisasi
BPJS diantaranya:
1. Pejabat
Pemerintah, diantaranya menteri, pejabat eselon dll
2. Pemuka
masyarakat
3. Mitra
pemerintah, diantaranya dunia usaha (KADIN, Perusahaan, Asosiasi, Profesi),
Organisasi Kemasyarakatan
Perlu diingat bahwa
komunikator haruslah memiliki legitimasi terhadap publik, memiliki kewenangan,
kredibel dan memiliki kemampuan dan kompetensi dibidangnya.
Tata
Kelola Sosialisasi BPJS
Ada dua saluran dalam
tata kelola sosialisasi, edukasi dan advokasi BPJS. Agenda setting, yang
mengelola laporan dari masyarakat atau publik, laporan ini didapat dari
monitoring media, laporan dari kementerian terkait dan laporan dari
stakeholder. Setelah itu diadakannya klasifikasi dari laporan dan menentukan
isu strategis tentang BPJS.
Setelah isu ditentukan,
barulah dibuat perumusan agenda setting dan penyiapan materi publikasi BPJS.
Jaringan diseminasi dapat dijalankan apabila pihak kementerian dan stakeholder
sudah siap menjalankan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan melalui enam media,
yaitu Bakohumas, Media Massa, Media Publik, Media Center, dan Kemitraan. Antara
keenam media tersebut dan masyarakat, terjadi timbal balik. Masyarakat
memperoleh informasi, sedangkan media memperoleh tanggapan. Tata kelola ini
terjadi secara berputar.
Gambar 7. Tata Kelola
Sosialiasi, Edukasi dan Advokasi BPJS
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi
Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Pemanfaatan
Media Sosialisasi BPJS sebagai Sarana Komunikasi di Ruang Publik
Pemanfaatan
media tulisan sebagai sarana sosialisasi senantiasa memperhatikan keunggulan
dan keterbatasan media tersebut. Setiap media memiliki karakteristik yang
sangat spesifik dengan menyasar khalayak tertentu. Sebagai contoh media
tradisional memiliki khalayak yang lebih statis dibandingkan dengan media
online yang peminatnya adalah masyarakat dinamis. Sosialisasi melalui berbagai
media dapat dilaksanakan melalui media sebagai berikut:
1.
Media cetak melalui pembuatan poster,
leaflet, flyer brosur, buku, advertorial, tabloid, majalah dan koran
2.
Media penyiaran dapat melalui televisi,
radio, CCTV media gedung, SMS Gateway, MMS, Group BB, running text dan animasi
3.
Media tatap muka dilakukan melalui
kegiatan seperti forum komunikasi, pertemuan, jumpa pers, media gathering,
seminar, workshop, diskusi dan temu pemuda
4.
Media luar ruang, dilakukan dengan
pameran, umbul-umbul, spanduk, banner, baliho, mobil unit dan videotron tv
plasma
5.
Media tradisional dilakukan melalui
pertunjukan rakyat, kesenian tradisional berupa pertunjukan teater atau drama,
ludrukm wayang dan bentuk kesenian yang berasal dari daerah masing-masing
6. Media
online, melalui LKBN Antara (portal berita), media online infopublik.org,
portal media center di 33 Provinsi dan 128 Kabupaten/Kota dan media sosial
(facebook, twitter, youtube).
Kementerian
Komunikasi dan Informatika sebagai leading
sector kehumasan pemerintah, memiliki beberapa saluran komunikasi yang
dapat dimanfaatkan sebagai sarana sosiallisasi. Setidaknya Kementerian
Komunikasi dan Informatika berafiliasi dengan 824 jaringan Bakohumas, 1700
Media dan 50.000 saluran komunikasi. Selain itu, ditingkatan pemkab dan pemkot,
memiliki seitdaknya 130 lokasi media center sebagai kepanjangan tangan dalam
melakukan sosialisasi yang dikoordinasikan oleh Dinas Kominfo, Dishubkominfo
dan Setda.
Monitoring Dampak
Sosialisasi, Edukasi, dan Advokasi BPJS
Monitoring
dampak sosialiasi, edukasi dan advokasi BPJS dilakukan setelah pelaksanaan
sosialisasi program BPJS melalui strategi komunikasi dan sosialisasi yang telah
disusun. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan
kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap program BPJS. Selain
itu, dapat juga dilihat sikap yang dihasilkan masyarakat, khususnya sikap
mendukung dan berpartisipasi dalam BPJS. Penciptaan kesadaran pada masyarakat
akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan BPJS.
Gambar
8. Dampak Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS
Sumber:
Buku Pedoman Strakom dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS
Strategi
komunikasi ini dampaknya harus diukur secara berkala untuk mengetahui progres
dari kegiatan sosialisasi oleh Pemerintah. Monitoring dan evaluasi dapat
dilakukan dengan berbagai tools (alat) seperti kuesioner/angket, jejak pendapat
dan wawancara kepada setiap pihak yang menjadi sasaran BPJS. Monitoring ini
sangat diperlukan untuk menyusun kembali program antisipasi yang lebih tepat
sasaran, sehingga pada tanggal 1 Januari 2014 seluruh pihak memiliki kesiapan
dalam pelaksanaan BPJS.
Apa langkah selanjutnya
setelah Strategi Komunikasi dan Sosialisasi dirumuskan?
Rencana
aksi nasional adalah tindak lanjut rencana pengelolaan suatu kegiatan yang
bertujuan mengelola kegiatan lebih teratur, terarah serta dapat dilakukan
monitoring secara komprehensif. Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai
koordinator Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS bidang Sosialisasi, Edukasi dan
Advokasi BPJS bersama-sama kementerian/lembaga terkait melaksanakan berbagai
koordinasi baik dalam bentuk FGD, Rapat Koordinasi dan Monev. Rencana Aksi
Nasional akan terus disempurnakan yang mencerminakan kegiatan dari Tim Penyiapan
Pelaksanaan BPJS Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi BPJS. RAN BPJS
terdiri atas rencana aksi dari anggota Tim Sosialisasi, Edukasi dan Advokasi
dalam rangka mensosialisasikan BPJS. RAN di breakdown setiap bulan untuk
memudahkan dalam pelaksanaan program dan monev nya. RAN tersebut melibatkan
Kementerian/Lembaga terkait yang menjadi anggota Tim Bidang Sosialisasi,
Edukasi dan Advokasi BPJS. Masing-masing anggota Tim harus melaporkan hasil
sosialisasi yang telah dilaksanakan kepada ketua Tim.
Kebutuhan akan Pilot
Project
Pada tahun 2013 ini, pemerintah mencanangkan
pelaksanaan ujicoba penyelenggaraan BPJS di 3 Provinsi, yakni DKI Jakarta, Aceh
dan Jawa Barat. Tujuan uji coba yaitu agar Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), dapat dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan,
sehingga bisa melihat apa yang bisa diperbaiki. Disini Tim Sosialisasi, Edukasi
dan Advokasi BPJS dapat mengukur sejauh mana efektifitas pelaksanaan strategi
komunikasi dan sosialisasi BPJS dengan melaksanakan kegiatan sosialisasi di
ketiga wilayah tersebut secara intensif dan masif. Kesuksesan yang diukur dari
peningkatan kesadaran masyarakat dan stakeholder akan kebijakan BPJS
ditengah-tengah masyarakat diharapkan sedikit banyak dapat mencerminkan efektifitas
strategi komunikasi dan sosialisasi BPJS di ketiga daerah tersebut.
Kesimpulan
Desain Strategi Komunikasi dan
Sosialisasi SJSN dan BPJS yang efektif memegang peran vital guna menjadi
pedoman dalam melakukan kegiatan sosialisasi penyiapan pelaksanaan BPJS. Selain
itu, strategi komunikasi dan sosialisasi yang efektif diharapkan dapat menjadi
katalisator didalam mengimbangi pemberitaan negatif tentang BPJS, kemampuan
pemerintah untuk mengelola manajemen opini publik diharapkan menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pengawalan
kebijakan di bidang perlindungan sosial ini.
Keberhasilan pelaksanaan
strategi komunikasi dan sosialisasi BPJS sangat dipengaruhi oleh pihak internal
dan eksternal, dari sisi internal adalah soliditas dari setiap kelompok kerja
Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS, dari sisi eksternal adalah dukungan dan
partisipasi masyarakat untuk ikut terlibat, menyebarluaskan dan mensukseskan
kegiatan sosialisasi BPJS. Tugas rutin pada masing-masing kementerian/lembaga
dalam melaksanakan tugas dan fungsi juga merupakan tantangan didalam
mempertahankan soliditas Tim Penyiapan Pelaksanaan BPJS.
Keberhasilan pelaksanaan strategi komunikasi
dan sosialisasi yang efektif juga diharapkan tergambar dari peningkatan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan tentang BPJS yang
dapat diamati dari pemberitaan media dan respon masyarakat di Indonesia.
Daftar
Pustaka
_____ Peraturan Pemerintah No
33/1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
_____ Peraturan Pemerintah No
34/1977 tentang Perum Astek
_____ Peraturan Pemerintah No
36/1995 tentang PT Jamsostek Persero
_____ Peraturan Pemerintah No
101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
_____ Peraturan Presiden No
12/2013 tentang PT Jaminan Kesehatan
_____ Undang Undang No 3/1992
tentang Jamsostek
_____ Undang Undang No 13/2003
tentang Ketenagakerjaan
_____ Undang Undang No 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
_____ Undang Undang No 24/2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ditjen IKP, Kemkominfo (2013). Buku
Pedoman Strategi Komunikasi dan RAN Sosialisasi Penyiapan Pelaksanaan BPJS.
Jakarta.
Effendi, Ohnong Uchjana (1981 :84).
Dimensi-dimensi komunikasi.
Tulung, Freddy H. Berkomunikasi di
Ruang Publik (2012). Implementasi Kehumasan Pemerintah.